Kamis, 19 Maret 2009
adat budaya makan
skrip asli budaya makan adalah ujian take home saya di universitas gajah mada bagian gizi kesehatan..
ADAT ISTIADAT TAPANULI DAN BUDAYA MAKAN
dr agus kamal purba
Abstrak
Dari Provinsi Sumatera Utara. Daerah Tapanuli terdiri dari beberapa kabupaten:
. Tapanuli Utara
. Tapanuli Selatan
. Tapanuli Tengah
. Simalungun
. Mandailing Natal
. Toba Samosir
. Dairim
Diritta Halak Batak I asa gabe I diritta (sama sama kita bangun budaya kita agar menjadi kebanggaan dan jati diri kita)
Pada umumnya yang mendiami daerah Tapanuli adalah suku Batak.
SIAPAKAH ORANG BATAK : Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis dibagi sbb:
1. Batak Toba (Tapanuli) : mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah mengunakan bahasa Batak Toba.
2. Batak Simalungun : mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli Serdang, dan menggunakan bahasa Batak Simalungun.
3. Batak Karo : mendiami Kabupaten Karo, Langkat dan sebagian Aceh dan menggunakan bahasa Batak Karo
4. Batak Mandailing : mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, Wilayah Pakantan dan Muara Sipongi dan menggunakan bahasa Batak Mandailing
5. Batak Pakpak : mendiami Kabupaten Dairi, dan Aceh Selatan dan menggunakan bahasa Pakpak.
Dalam buku ANEKA RAGAM BUDAYA BATAK [Seri Dolok Pusuk Buhit-10] terbitan YAYASAN BINABUDAYA NUSANTARA TAOTOBA NUSABUDAYA, 2000 hal 31, menyebutkan bahwa etnis Batak bukan hanya 5, akan tetapi sesungguhnya ada 11 [sebelas], ke 6 etnis batak lainnya tsb adalah :
NO Nama sub etnis - Wilayah yang dihuni
1. Batak PASISIR Pantai Barat antara Natal dan Singkil
2. Batak ANGKOLA Wilayah Sipirok dan P. Sidempuan
3. Batak PADANGLAWAS Wil. Sibuhuan, A.Godang, Rambe,Harahap
4. Batak MELAYU WiL Pesisir Timur Melayu
5. Batak NIAS Kab/Pulau Nias dan sekitarnya
6. Batak ALAS GAYO Aceh Selatan,Tenggara, dan Tengah
Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan berasal dari Tanah Batak. Namun demikian, mereka mempunyai marga marga seperti halnya orang Batak.
Yang disebut wilayah Tanah Batak atau Tano Batak ialah daerah hunian sekeliling Danau Toba, Sumatera Utara. Seandainya tidak mengikuti pembagian daerah oleh Belanda [politik devide et impera] seperti sekarang, Tanah Batak konon masih sampai di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara.
MARGA dan TAROMBO
MARGA adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal). Sistem kekerabatan patrilineal menentukan garis keturunan selalu dihubungkan dengan anak laki laki. Seorang Batak merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki laki yang meneruskan marganya. Sesama satu marga dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam Dalihan Na Tolu disebut Dongan Tubu. Menurut buku "Leluhur Marga Marga Batak", jumlah seluruh Marga Batak sebanyak 416, termasuk marga suku Nias.
TAROMBO
adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah. Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling tanya Marga dan Tarombo. Hal tersebut dilakukan untuk saling mengetahui apakah mereka saling "mardongan sabutuha" (semarga) dengan panggilan "ampara" atau "marhula-hula" dengan panggilan "lae/tulang". Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil "Namboru" (adik perempuan ayah/bibi), "Amangboru/Makela",(suami dari adik ayah/Om)"Bapatua/Amanganggi/Amanguda" (abang/adik ayah), "Ito/boto" (kakak/adik), PARIBAN atau BORU TULANG (putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat kita jadikan istri, dst.
MANGAN
Bahasa Batak mangan berarti makan. Sipanganon artinya: makanan. Pamangan adalah kata halus untuk mulut. Namun papangan adalah: cara makan. Atau: adat-istiadat makan! Ya adat Batak kata Ibu bukan hanya soal ulos dan jambar tetapi juga sopan-santun makan. Rupanya bagi orang Batak jaman dahulu yang penting bukan saja apa yang hendak dimakan itu tetapi juga bagaimana cara memakannya. Sebab itulah orangtua jaman dahulu memiliki nasihat: pinarpitu papangan molo di huta ni halak. Terjemahannya: cara makan kita di kampung orang harus sepertujuh dari cara makan kita di rumah sendiri. Bahasa kerennya: etiket makan. Maksudnya selain sopan santun adalah menahan diri. (Bahasa Bataknya: mangorom).
Suku adalah komunitas dari satu kumpulan manusia yang berada dalam satu lingkungan asal (daerah), dalam kehidupan satu lingkungan maka akan diperlukan atau disepakati tatanan sosial untuk hidup saling berdampingan yang dianggap dapat megatur setiap individu dengan individu lainnnya dalam komunitas itu sehingga lama kelamaan menjadi budaya dari komunitas itu yang seiring dengan perobahan jaman kadang disesuaikan untuk mencakup nilai yang terjadi pada waktu itu yang dianggap dapat memperbaiki komunitas atau suku itu.
Dalam satu suku biasanya kita akan melihat kesepakatan yang mengatur suku atau komunitas itu antara lain
Bahasa (yang menjadi alat komunikasi sehari hari)
1.Pakaian
2.Musik Tradisional
3.Tarian
4.Sifat,
5.Pesta Adat, Peraturan peraturan sosial “adat” yang dianggap menjadi seremonial atau peraturan tidak tertulis namun di temukan dalam kehidupan sehari hari, Misalnya :
6.Adat perkawinan,
7.Mengangkat raja,
8.Pesta Panen, dan yang lain lain..
Adat Batak formal sangat dilandasi oleh satu prinsip “dos ni roha sibaen na saut” (konsensus), tapi adat Batak material adalah suatu kerangka sistem nilai Batak yang membuat budaya Batak lestari.
Dari beberapa Budaya diatas yang akan dibahas adalah masalah sifat dan adat orang tapanuli dalam masalah makanan di rumah , di pesta , dan menghormati tamu .
Perkembangan adat dan kebiasaan
Suku Batak adalah salah satu suku yang ada di indonesia ini atau di dunia ini, Sebagai salah satu suku terdiri dari manusia sebagai ciptaan Tuhan dibarengi dengan kesukuannya “Adat dan Budaya” dimana adat itu sebagai tatanan sosial bagi suku batak itu sendiri yang terkumpul dalam adat DALIHAN NA TOLU dimana didalamnya ada Somba Marhula hula, Elek Marboru, Manat Mardongan Tubu dimana ada saatnya kita sebagai hula hula yang dihormati, ada saatnya jadi dongan tubu yang harus saling tukar pikiran dan saatnya boru hormat pada hula hula dll. Konsep dalihan natolu yang merupakan hasil kompromi dan kesepakatan nenek moyang orang batak untuk menjadikan satu komunitas orang batak dapat hidup secara sosial dengan orang batak lainnya pada waktu itu, “Ompunta naparjolo martungkot salagunde. Adat napinungka ni naparjolo sipaihut-ihut on ni na parpudi” Tatanan adat yang ada dibuat nenek moyang kita dahulu dibuat dan ditujukan buat Generasi Berikutnya yang disebabkan oleh nenek moyang kita pada waktu itu menganggap itulah hal terbaik yang bisa mereka teruskan pada generasi mudanya nanti kelak dengan tujuan menjadi kebiasaan yang baik. Sebagian besar dari itu masih kita jumpai sekarang ini misalkan pesta adat pernikahan, mangoppoi jabu(memasuki rumah), pesta gotilon (panen) dll, Martumba, Martutur. Dll. sebagai generasi muda batak kita perlu kaji dan pelajari beberapa hal yang harus kita ikuti dari budaya kita yang perlu kita pertahankan dan perlu kita tinggalkan, Contoh Penyembahan Berhala harus kita tinggalkan karna kita sudah Beragama, dan budaya yang baik harus kita pertahankan karna itulah Ciri Kita sebagai Orang Batak yang berbudaya yang menjadikan Jati Diri.
Perkembangan budaya lainnya adalah tentang berpakaian dimana pada jaman dahulu orang batak memakai ulos sebagai pakaian sehari hari namun dengan berkembangnya jaman pakaian ulos itu hanya dipakai dalam upacara adat saja seperti biasa kita lihat sekarang orang kawinan sudah memakai JAS dan Pakai Dasi, tetapi struktur adat yang paling penting DALIHAN NA TOLU tidak pernah di tanggalkan, jadi boleh dikatakan BERKEMBANG TAPI TIDAK LUPA ASAL “MANGALAKKA TU JOLO ALAI MANAILI TU PUDI” sepanjang tidak merobah hal yang paling dasar dari orang batak itu sendiri
Perkembangan perkembangan positif ini adalah merupakan hasil dari pengalaman dan pengalaman generasi yang lebih muda pada waktu itu setelah perkembangan budaya dan pengalaman yang di dapat setelah merantau dan memperoleh pendidikan dan pengetahuan yang luas.
Pandangan Generasi Muda Batak Dari sisi kehidupan Sosial & Modrenisasi
Banyak dari generasi muda batak Bangga dengan budaya sendiri itu wajar karna sifat semua manusia bukan hanya Suku Batak doang yang bangga pada diri sendiri, namun yang perlu diperhatikan kebanggaan itu akan sirna saat kita tidak bisa menunjukkan kebanggaan kita sebagai orang batak, beberapa hal yang paling dasar dari batak itu pada saat sekarang ini banyak tidak kita ketahui dan beberapa DOKTRIN yang baik tentang orang batak itu tidak bisa bisa kita tunjukkan menjadikan kita hanya bangga semu, misalnya kita tidak pernah menunjukkan bagaimana seharusnya orang batak itu pada
lingkungan sosialnya (jonok dongan tubu jonokan dongan parhundul) walau dekat talian persaudaraan atau darah lebih dekat kita pada tetangga di lingkungan kita (dalam artian kehidupan sosial dan interaksi). Sebagian besar dari kita generasi muda batak ada yang bisa menunjukkan apa yang bisa dibanggakan dari orang batak itu tapi ada satu permasalahan adalah sifat kaku kita yang tidak terbuka pada budaya lainnya dan bersifat tertutup. “kita jangan lupa budaya kita tapi harus mengikuti perkembangan agar kita juga dapat maju” sepanjang tidak merobah yang paling dasar.
Kebiasaan menerima tamu
Dari abstrak diatas dapat kita akan mengkaitkan dengan budaya makan tapanuli atau budaya makan orang batak yang sangat erat kaitannya dengan adat istiadat yang harus dipatuhi dalam semua aktivitas kehidupan orang batak itu sendiri.
Antara lain bahwa perkembangan jiwa orang batak erat kaitannya dengan kepatuhan kepada mengikuti adat istiadat. Karena hal itu pula yang membuat suku ini cukup terkenal dan identik dengan unik di nusantara. bahwa budaya sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan zaman. Namun beberapa hal yang sulit ditinggalkan adalah mengenai budaya makan yang artinya makan adalah aktivitas sehari-hari yang dipengaruhi kuat oleh kebiasaan dirumah . Sebagai suku yang cukup banyak komunitasnya tapanuli atau batak memiliki beberapa cirri khas dalam budaya makannya seperti
- makan dengan tangan kanan
Dipengaruhi oleh kepercayaan , dimana para penganut agama mengajarkan makan dengan menggunakan tangan yang baik atau tangan kanan. Jangan menggunakan tangan kiri . Perkembangan agama di daerah tapanuli cukup merata dibagian utara para penganut agama Kristen sedangkan di bagian selatan adalah pengaruh budaya islam yang cukup kuat
- makan bersama keluarga
Kebiasaan ini adalah memperkuat dan mempererat hubungan tali persaudaraan
Yang menjalin kekerabatan orang batak semakin erat
- makan tidak boleh bersisa
Para leluhur mengajarkan bahwa makanan adalah sesuatu anugerah dari Tuhan yang perlu dihargai karena makanan berasal dari hasil keringat dengan bekerja keras , seperti diketahui asal mulanya masyarakat berkembang dari bercocok tanam .
- kebiasaan makan beralaskan tikar baik di rumah maupun diacar adapt
Duduk bersama dalam sebuah acara makan , tida menggunakan kursi adalah cirri khas dalam budaya batak yang mana biasanya dengan makan selalu diikuti oleh acara keagaman dan juda adapt istiadat yang memiliki begitu banyak aturan dan salah satunya adalah makan bersama beralaskan tikar.
- Makan sambil berbicara
Salah satu cirri khas orang batak adalah makan sambil bercerita . baik mengenai agama budaya , politik dan lain lain. Pada beberapa suku hal ini tidak baik tapi pada suku batak . Hal ini adalah hal yang diijinkan karena berkaitan erat dimana makan pada acara-acara istiadat bukanlah acara yang singkat sehingga sembari melaksanakan kegiatan acara mereka sambil bercerita membahas segala kegiatan.
- Menunggu makanan dibagi
Patuh pada adapt membuat orang batak selalu ikut aturan main adapt istiadatnya itu sendiri. Sehingga dalam setiap acara . Momen acara makan adalah ditunggu karena acara makan akan dibagi sesuai dengan kapasitas undangan.
Misalnya dalam acara perkahwinan bahwa ada makanan yang disajikan khusus dan harus dibagi sesuai “ jambar “ atau hak milik.
Jadi tidak hanya makan begitu saja biasanya ada acara serah dan terima. Dan pada acara adat makan bersama harus ditunggu sampai acara pokok sesesai.
Dalam beberapa keistimewaan diatas , adat istiadat batak tidak terlepas dari pengaruh beberapa suku disekitarnya yang hidup berdampingan seperti aceh ,melayu dan padang. Ada beberapa kesamaan diantara suku tersebut terutama dalam hal makanan .
Orang Tapanuli tidak terlepas dari makanan yang “siak” atau pedas.
Dan yang paling menjadi ciri khas lagi adalah orang tapanuli makan dengan cara memakai tangan dan menghidangkan makanan dipriring dalam jumlah besar ataupun banyak. Bila seorang tamu datang kerumah bertamu , merupakan kehormatan bagi orang tapanuli untuk memberikan makan kepada tamu nya. Apa yang ada di dapur si penerima tamu akan dikeluarkan semua sebagai cara menghormati tamu tersebut . Dan sebaliknya tamu juga harus menghormati hidangan dengan makan sebanyak-banyaknya bukan alakadarnya. Dengan demikian penerima tamu akan sangat terhormat dan puas .
Makanan khas
Makanan khas tapanuli seperti makan khas daerah lainnya menjadi keanekaragaman kuliner yang menjadi cirri khas daerah tapanuli itu sendiri.
Adapun makanan khas batak yang terkenal seperti
-saksang ( Tapanuli Utara )
Makanan seperti yang terlihat disamping adalah makanan khas orang batak, dengan nama Saksang (daging babi cincang), Dali ni horbo (susu kerbau) dan Panggang (daging babi juga). Makanan ini biasanya mudah diketemukan di Lapo-lapo (warung khas batak)
dengan bahan daging babi yang dicincang dan dicampur darah serta bumbu bumbu tradisional. Makanan ini khas dari tapanuli utara . biasa dihidangkan pada saat acara adapt sperti pernikahan , memasuki rumah baru , kematian , dan acara mangadati , yaitu acara resmi dalam budaya batak bahwa menikah secara adat. Berhubung makanan ini mengandung babi , makanan ini hanya di komsumsi oleh suku batak yang beragama non muslim dan advent. Namun demikian pada acara adapt hamper selalu ada. Tetapi toleransi dalam adapt batak cukup kuat sehingga makann ini hanya dihidangkan pada suatu ruangan tertentu.
-terites ( Karo )
Terites dalam bahasa Karo berarti pahit, merupakan makanan budaya suku Karo pedalaman. Terites biasa dimasak pada upacara “ merda merdun “ yaitu upacara tanda dimulainya musim tanam padi. Bahan terites adalah kotoran kambing atau sapi. Terbayang dalam benak kita betapa menjijikannya terites, karena terbuat dari kotoran binatang.
Kotoran yang dipakai sebagai bahan baku bukanlah kotoran yang sudah dikeluarkan, melainkan sisa makanan yang masih didalam perut. Kotoran yang berbentuk rumput ( seperti ditumbuk ) dipras untuk diambil sarinya. Air sari yang berwarna hijau befungsi sebagai kuah, ditambah bumbu seperti asam, jahe, kunyit, serai, dan rempah lain, terites dimasak dengan kikil, kaki kambing, atau kepala kamping/sapi selama tiga jam.
Aroma khas yang dihasilkan oleh perasan kotoran sapi/kambing member cita rasa tersendiri. Kandungan tanin pada terites dapat mengobati penyakit, selain itu terites juga dipercaya dapat mengobati mag
Bahan kaldunya itu adalah rumput yang baru ditelan oleh sapi dan mengumpul di perut besar,. Kita tahu semua bahwa sapi itu adalah hewan pemamahbiak, jadi kalau makanannya ditelan kaga langsung masuk kelambung dan diproses yang nanti pada akhirnya menjadi kotoran, tapi makanan itu ditampung dalam perut besar dulu untuk kemudian dimamah/dikunyah lagi (makanya sapi itu kaga pernah bengong, mulutnya ngunyah teruuuus kalo abis merumput) baru dilanjutkan ke tahap pencernaan selanjutnya itupun akan melalui beberapa ruang pencernaan lagi sebelum masuk keusus besar.
Jadi bisa dikatakan kalau rumput yang ada diperut besar itu masih segar, bukan berupa ampas hasil pembusukan dari usus besar.
Lagipula Terites itu tidak bisa diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai "kaldu kotoran sapi" karena bukan merupakan kotoran sapi dan belum ada terjemahan dalam bahasa Indonesia yang dapat mewakili arti yang sebenarnya. Kalu mau menyebut dalam bahasa Indonesia sebaiknya sebut saja "Soto Karo" karena penampilannya yang mirip soto. Selain itu penyebutan Terites sebagai "kaldu kotoran sapi" akan menimbulkan persepsi negatif terhadap makanan tradisional suku Karo, termasuk terhadap suku Karo itu sendiri.
Isi dari pada Terites ini berupa babat, dan beberapa bagian dalam tubuh sapi yang semuanya diracik dengan bumbu tradisional yang berasal dari bermacam macam dedaunan yang bahkan beberapa jenis sudah semakin susah untuk ditemukan.
Terites ini merupakan makanan khas tradisional suku Karo yang sering disajikan dalam acara acara besar tradisional yang sampai sekarang masih digemari karena rasanya yang unik. Untuk membedakannya dari soto soto yang lain sangatlah mudah karena aromanya yang sangat unik dan pekat.
-Kipang
Kipang adalah makanan yang terbuat dari beras pulut yang di jemur kemudian digoreng. Rasanya gurih dan manis. Kipang ini di jajakan di stasiun-stasiun mobil yang berhenti atau melalui kota Panyabungan.
- Nasi Goreng Kuah
Nasi goreng kuah adalah salah satu makanan yang sangat unik dari kota panyabungan, nasi goreng kuah adalah nasi goreng yang di hidangkan dengan semangkok kuah sup. sup tersebut disiramkan ke atas nasi goreng sebagai kuahnya. Rasanya unik dan nikmat. Anda bisa mendapatkannya di warung Alfalah pasar lama kota Panyabungan.
- Goreng Pisang Kuah Pecal
Goreng pisang kuah pecal adalah makanan spesial berikutnya. Pisangnya adalah pisang sililit yang manis, setelah digoreng kemudian dipotong-potong dan di taruh keatas piring, selanjutnya di siram dengan kuah pecal. Rasanya manis campur pedas dan enak. Anda bisa membelinya di desa Pidoli atau Desa Panyabungan Jae dan Panyabungan Tonga.
-pelleng ( Dairi )
Pelleng salah satu jenis masakan khas yang hanya dikenal di kalangan masyarakat Pakpak. Apa sih sebenarnya pelleng ini dan terbuat dari bahan apa saja
Pelleng biasanya disajikan bila mana ada hajatan atau peristiwa-peristiwa dalam keluarga atau desa. Misalnya dalam tahapan produksi pertanian, hendak meminang, merantau, menjelang ujian, saat lulus, upacara menanda tahun, dan sebagainya. Pokoknya yang berhubungan dengan merkottas tidak lepas dari sajian pelleng.
Tujuannya sendiri sebenarnya tergantung jenis peristiwa atau upacara. Bila hendak membuka ladang, biasanya maksud penyajian Pelleng ini agar terhindar dari bahaya. Bila hendak merantau agar berhasil diperantauan. Bila hendak meminang agar pinangan diterima. Bila selesai panen, lulus ujian, diterima kerja sebagai ucapan syukur pada penguasa dan sebagainya.
Pelleng bagi masyarakat Pakpak ada dua jenis, yaitu pelleng khas Simsim, Kelasen dan Boang serta pelleng khas Kepas dan Pegagan. Fungsi dan maknanya sama, yang membedakan hanya pengolahannya.
-tauge panyabungan ( Tapanuli Selatan )
Toge Taing Tumpat
Toge adalah makananan sejenis dengan kolak campuran dari cendol,lupis, beras pulut merah dan disiram dengan kuah yang terbuat dari gula merah/ aren. Rasanya sangat manis dan nikmat, Makanan ini biasa muncul pada musim puasa, merupakan makanan khas dari kota panyabungan tapanuli selatan . makanan ini banyak diminati pada saat berbuka puasa karena rasanya yang segar dan manis.
-naniura
Hampur semua daerah tapanuli mengenal dan mengkomsumsi makanan ini
Makanan yang terbuat dari ikan mentah tidak dimasak.
Ikan mas utuh - atau dipotong-potong bila besar - direndam selama semalam dalam bumbu-bumbu yang terutama terdiri atas jeruk nipis dan asam jawa (tamarin). Konon, rendaman jeruk nipis dan asam jawa itulah yang secara kimiawi membuat ikan mentah itu tidak terasa amis dan alot seperti laiknya ikan mentah.
-arsik
ikan mas arsik : Simbol Pemberi Berkat Kehidupan
Mulai dari kelahiran, menikah hingga meninggal bagi orang Batak masing-masing memiliki prosesi yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan. Pada prosesi ini ada pesan adat yang harus disampaikan. Dan dekke na niarsik atau ikan mas arsik adalah wujud nyatanya. Yakni sebuah hidangan khas Batak yang menjadi symbol berkat kehidupan.
Ikan mas yang diberikan haruslah dalam jumlah ganjil, satu,tiga,lima, tujuh. Masing-masing jumlah ini memiliki arti sesuai dengan ketentuan adat Batak, adapun arti dari jumlah ini adalah :
Satu ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru menikah
Tiga ekor bagi pasangan suami- istri yang mendapatkan anak
Lima ekor bagi orang tua yang sudah mempunyai cucu
Tujuh ekor diperuntukkan bagi pemimpin bangsa Batak saja. Dan jarang dipergunakan dikarenakan jumlah ini dianggap sudah melewati batas masa kehidupan seseorang.
Biasanya ketika anak lahir akan dilangsungkan selamatan sesuai adat Batak. Terutama jika yang lahir adalah anak pertama. Sesuai hukum adat Batak, pihak hula-hula (kelompok marga dari si ibu) harus menyediakan pasu-pasu yang dimanifestasikan dalam bentuk dekke na niarsik.
Tiga ekor ikan Mas yang diberikan melambangkan bahwa telah bertambah satu orang anggota dalam keluarga tersebut. Satu untuk si Bapak, satu bagi ibunya, dan satu lagi untuk anak yang baru lahir tersebut.
Bagi pasangan yang baru menikah, jumlah ikan yang diberikan orang tua sigadis hanya satu ekor ikan mas yang mana ini melambangkan harapan bahwa kedua orang yang mengikat diri dalam jalinan pernikahan tersebut telah menjadi satu. Ikan mas yang diberikan ini sekaligus melambangkan berkat berkat dari orang tua yang melepas si gadis karena ia telah menjadi bagian dari keluarga suaminya. Ikan mas yang diberikan adalah ikan betina yang bertelur. Hal ini diwajibkan bagi pasangan suami- istri yang baru menikah sebagai pertanda bahwa orang tua si perempuan berharap agar borunya (anak perempuan) dapat memiliki anak yang banyak.
Siapa sajakah yang berhak memberikan ikan mas arsik ini ? dalam hal ini yang dapat memberikan hanya kerabat dari pihak istri atau hula-hula saja yang boleh memberikan dekke na niarsik ini. Baik itu orang tua kandung, saudara laki-laki maupun komunitas marga dari pihak isteri. Pihak hula-hula selain orang tua kandung hanya boleh memberikan ikan mas arsik ini pada acara umum adat Batak. Misalnya, ketika menempati rumah baru, malua dan sebagainya.
Ihan Batak
Ikan mas dulunya bukanlah ikan yang digunakan dalam setiap upacara adat Batak. Melainkan ikan ihan yakni sejenis ikan jurung yang hanya hidup di Perairan Danau Toba kabupaten Toba Samosir yang berdekatan dengan kabupaten Tapanuli Utara. Penangkapan ikan ini tidak boleh sembarangan karena ikan ini dianggap suci dan hanya boleh ditangkap pada saat upacara adat Batak saja, karena itu dikenal istilah dekke Si Tiho (ikan suci).
Menurut pengamat budaya Batak, dekke si Tiho ini diberikan dengan harapan supaya orang yang menerima ikan ini dapat bersih baik hati maupun perilakunya. Ukuran ikan yang digunakan biasanya beragam, bergantung pada masing-masing orang. Dari siku hingga ujung jari tangan merupakan ukuran terpanjang ikan ini. Sementara ukuran terkecilnya yaitu satu setengah jengkal tangan manusia dewasa. Karena mulai langka, mak ikan ini diganti dengan ikan mas hingga saat ini. Selain lebih ekonomis, ikan mas juga mudah untuk dikembangbiakkan. Ikan ini memang harus selalu ada dalam upacara adat Batak.
Penyajian dekke na niarsik saat ini jauh berubah dari penyajiannya yang sebenarnya, jika dulu dekke ini disajikan dengan terlebih dahulu direndam dengan lalang yang telah dihaluskan guna menghilangkan bau amis dan lendir dari ikan tersebut, yang selanjutnya setelah perut ikan mas dibersihkan kemudian diisi dengan dengan aneka bumbu berupa bawang Batak, andaliman, mobe (asam Batak asli). Lalu direbus dengan air yang diberi garam hingga mongering. Berbeda dengan dekke na niarsik saat ini yang menggunakan kunyit agar berkuah dan berwarna.
Penyajian yang sarat makna
Penyajian dekke ini pada dasarnya tidak boleh sembarangan dikarenakan banyaknya makna yang terkandung didalamnya. Dekke yang akan disajikan haruslah tetap dalam kondisi utuh, mulai dari kepala hingga ekor. Sisiknyapun tidak boleh dibuang. Ini melambangkan gambaran utuh kehidupan manusia. Ikan tidak boleh dipotong-potong karena orang yang menerinya tidak akan memperoleh keturunan, memotong-motong ikan ini sama artinya dengan mengharapkan orang yang menerimanya tidak memperoleh keturunan. Selain itu dekke na niarsik ini harus disajikan dalam posisi berenang dengan kepala menghadap ke orang yang menerimanya. Bila jumlahnya lebih dari satu, maka semua ikan harus dibariskan sejajar. Dalam bahasa Batak disebut dekke si mundur, keluarga yang menerima ikan ini diharapkan dapat berjalan sejajar atau beriringan menuju arah dan tujuan yang sama. Sehingga bila ada permasalahan dan rintangan yang menghalangi dapat diselesaikan secara bersama oleh setiap anggota keluarga.
Bumbu Khas Tapanuli
andaliman sebenarnya termasuk tumbuhan liar. Banyak tumbuh di tanah kering di dataran tinggi dan rendah. Tanaman yang satu ini merupakan komoditi pelengkap masakan khas orang Batak. Berbagai jenis masakan khas Batak seperti sangsang, na niura, na tinombur, atau arsik, rasanya tidak klop tanpa kehadiran andaliman.
Tanaman ini , dulunya tumbuh sendiri, seperti halnya haminjon (kemenyan). yang pertama kali menemukan dan menguji coba, jadilah andaliman menjadi bumbu pelengkap masakan khas Batak hingga kini.
Andaliman tumbuh liar di antara semak seperti harimonting di tanah-tanah kering yang tidak diusahai. Tingginya bisa mencapai satu sampai satu setengah meter. Buahnya kecil-kecil, dan dalam satu batang sekali musim berbuah bisa mencapai satu sampai tiga ons.
Dan belakangan, banyak warga desa di Taput makin menyadari andaliman sumber pendapatan lumayan. Di beberapa kecamatan, andaliman sudah diremajakan dengan cara tersendiri, seperti halnya di wilayah Humbang. Hasil produksi andaliman pemasarannya kini semakin luas, terutama di daerah-daerah komunitas etnik Batak, seperti Jakarta, Pekanbaru, Batam, Medan, Siantar, bahkan banyak pedagang andaliman sudah mencoba pemasarannya ke Surabaya, Bandung, dan Makasar meski dalam jumlah terbatas.
Beberapa pengusaha rumah makan Batak di Tarutung dan Siborongborong mengakui, tanpa andaliman, masakan seperti sangsang atau arsik, rasanya hambar. Ada citarasa spesifik ketika ditumbuk dengan cabai, membuat bumbu masakan menimbulkan aroma dan taste (citarasa) yang mengundang selera makan.
“Rasa pedas dan aroma andaliman beda dengan pedasnya cabai, sungguh pas di lidah orang Batak yang suka masakan pedas menggigit,”
Melihat prospek komoditi yang satu ini, sejak beberapa waktu lalu, Pemkab Tapanuli Utara (Taput) melalui Dinas Pertanian, telah memasukkan andaliman dalam daftar 18 produk tanaman perkebunan rakyat, yang layak dikembangkan. “Daerah ini potensial untuk pengembangan andaliman, terutama di kecamatan Siborongborong, Pagaran,
Andaliman, sekilas hanya sejenis tanaman remeh. Tapi yang jelas, andaliman sudah lama berperan melengkapi masakan khas Batak. Bukan hanya untuk konsumsi rumah makan, tapi juga untuk kegiatan pesta adat. [www.blogberita.net]
-Tinuktuk ( Simalungun )
Sebuah kebiasaan bagi wanita Simalungun yang baru melahirkan, disajikan panganan berupa sambal. Sambal ini mempunyai ragam nama dan variasi pembuatannya disetiap daerah-daerah yang dihuni Halak Simalungun.
Tinuktuk atau Sambal lada, begitu banyak yang menyebutkannya, merupakan ramuan induk yang bisa dicampur bahan lain berupa bulung-bulung ni tawar untuk berbagai ramuan
Tinuktuk atau Sambal Lada, baik yang masih berupa ramuan induk yang disuguhkan bagi wanita bersalin, atau ramuan induk yang sudah bercampur bulung-bulung ni tawar yang disebut Sambal Tawar, dahulu disimpan di dalam abal-abal, yaitu sebuah wadah penyimpanan dari ruas bambu yang bertutup. Karena pembuatan Sambal Tinuktuk ini tidak menggunakan air, untuk menghindarkan efek basi, ianya agak kental. sehingga saat hendak diambil dari abal-abal, biasanya disediakan pencungkil dari bilah bambu.
Sambal Lada ini sangat enak dimakan dengan Nasi lada hangat, yang biasa juga menggunakan sayur atau lalapan daun torbangun, bajaronggi atau yang lainnya.
Sebenarnya, di Simalungun banyak jenis sambal yang mempunyai khasiat obat, sebut saja Sambal Gambiri atau Sambal Sanggei-sanggei. Namun Tinuktuk atau Sambal lada ini begitu popular, karena tidak biasa menjadi sambal makanan harian, tapi hadir apabila disuatu rumah ada wanita yang sedang bersalin.
Dari berbagai variasi bahan, disini saya menyajikan salah satu variasi bahan Sambal Tinuktuk.
Tinuktuk, sambal rempah-rempah tradisional khas Batak kini mulai hilang dari selera orang Batak di kampung halaman juga ditanah perantauan. Tinuktuk, jaman nenek moyang Batak merupakan sambal rempah yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh dan penyedap lauk pauk. Bahkan Sambal Tinuktuk identik dengan makanan ibu bersalin bagi orang Batak dan halal.
“Sejak nenek moyang Batak dulu, Tinuktuk merupakan sambal rempah yang berkhasiat dan cukup digemari. Terutama ibu habis melahirkan. Dulu dikampung tidak ada dokter, jadi habis bersalin, ibu bayi harus makan sambal tinuktuk dicampur dengan ikan bakar,”katanya.
kini sambal Tinuktuk sudah sulit dijumpai di pasar-pasar tradisional Batak, bahkan rumah makan khas Batak. Sulitnya mendapatkan sambal Tinuktuk ini, disebabkan cara pembuatannya yang sulit. Selain ragam rempahnya, takaran rempah juga harus pas serta pembuatnnya harus tradisional.
Rasa sambal tinuktuk cukup enak. Rasanya gurih pedas lada dan membuat suhu badan hangat. Sambal Tinuktuk lebih enak dimakan dicampur dengan ikan mas, mujahir, nila bakar. Dalam masakan khas Batak dikenal dengan Tinombur.
Sambal Tinuktuk disiram dengan air panas dan dilumuri pada ikan bakar atau daging. Sambal tinuktuk sangat enak dinikmati dalam suasana udara dingin. Sambal Tinuktuk ini cukup menarik selera makan dan membuat lidah bergetar.
“Sambal Tinuktuk ini hanya bisa dijumpai jika ada ibu melahirkan di tanah Batak. Generasi muda Batak sudah melupakan sambal tradisional khas Batak yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh ini. Manfaat sambal Tinuktuk bagi kesehatan cukup terasa, khususnya ibu baru melahirkan. Lihat saja orang tua dulu, melahirkan banyak anak tapi tanpa melalui tangan-tangan medis. Bahkan orang tua dulu sehat-sehat hingga tua. Ini tidak terlepas dari manfaat makan sambal Tinuktuk.
Disebutkan, sambal Tinuktuk hilang akibat mudahnya mendapatkan penyedap rasa instan dipasaran saat ini.
Generasi muda Batak dan para orang tua Batak sudah lupa akan sambal tradisional Tinuktuk ini. Sambal Tinuktuk adalah halal bagi semua orang. Bahan-bahannya semuanya serba alami dan mudah dijumpai, khususnya di tanah Batak.
Di Kabupaten Simalungun, Tinuktuk dikenal dengan sebutan sambal lada. Bahan sambal Tinuktuk terbuat dari ragam rempah seperti lada hitam, jahe, kencur, bawang merah, bawang putih, wijen hitam (longa), kemiri, garam, jeruk nipis khas Batak (unte hajor), lengkuas, Tuba (andaliman), Temulawak (Lempuyang).
Parjambaran
Pada setiap Acara Adat Pesta Perkawinan dan kematian berjalan Parjambaran, pada
Semua bagian dari hewan yang di potong dan di jadikan makanan adat memiliki makna dan penyerahannya tergantung status adatnya apakah sebagai tamu atau orang yang mengundang dan status dalam adat sebagai pihak yang menerima atau memberi baik pada acara pernikahan maupun kematian. Dibawah ini beberpa contoh pembagian
1. Uluna/Sipitu dai : kepala atas dan bawah (tanduk
namarngingi dan osang)
2. Panamboli : potongan leher (sambolan)
3. Pangalapa/Pultahan : perut bagian bawah (tempat belah)
4. Panambak/Sasap : pangkal paha depan
5. Ungkapan : pangkal rusuk depan
6. Gonting : pinggul/punggul
7. Upa Suhut / Ihur-ihur : bagian belakang sampai ekor
8. Tanggalan Rungkung : leher (depan sampai dengan badan)
9. Tulan Bona : paha belakang
10. Tulan Tombuk : pangkal paha belakang
11. Somaba-somba Siranga : rusuk-rusuk besar
12. Somaba-somba Nagok : rusuk paling depan (gelapang)
13. Tulan : kaki di bawah dengkul
14. Botohon : paha depan
15. Ronsangan : tulang dada ( pertemuan rusuk)
16. Soit Nagodang : persendian
17. Bonian Tondi : pangkal rusuk iga
18. Sitoho-toho : sebagian dari osang bawah
19. Pohu : bagian-bagian kecil
20. Sohe/Tanggo-tanggo : cincangan
MANGADATI
Mangadati adalah pelaksanaan ”menerima.membayar” adat perkawinan (marunjuk) yang telah menerima pemberkatan nikah sebelumnya, dimana kedua belah pihak orangtua sepakat, adatnya dilaksanakan kemudian dan atau kawin lari (mangalua) dimana acara ini dilaksanakan pihak pengantin laki-laki ( Paranak). Karena itu ”mangadati” tidak sama dan bukanlah manjalo sulang-sulang ni pohompu.
A. Tahapan yang harus dipenuhi sebelum Mangadati :
1. Pada acara partangiangan (pengucapan syukur) pemberkatan nikah, Paranak wajib mengantar ”Ihur-ihur” kepada pihak pengantin perempuan (Parboru) sebagai bukti bahwa putrinya telah di-paraja (dijadikan istri).
2. Pihak paranak melakukan acara manuruk-nuruk (suruk-suruk) meminta maaf dengan membawa makanan adat kepada pihak Parboru(hula-hula).
3. Pihak Paranak melakukan pemberitahuan rencana ”mangadati” kepada pihak Parboru, dengan membawa makan adat. Acara ini merancang (mangarangrangi) ”Somba ni uhum: (sinamot), ulos herbang, dan yang berkaitan dengan mangadati.
Pernikahan dan penyajian makanan dalam adat batak
Pada dasarnya, Adat Pernikahan Adat & Pernikahan Batak, mengandung nilai sakral. Dikatakan sakral karena dalam pemahaman Pernikahan Batak, , bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria) , yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ Pernikahan Adat itu.
Sebagai bukti bahwa santapan /makanan adat itu adalah hewan yang utuh, pihak pria harus menyerahkan bagian-bagian tertentu hewan itu (kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, bagian bokong dengan ekornya masih melekat, hatu, jantung dll)klik Foto Nikah & Foto Perkawinan.Bagian-bagian tersebut disebut tudu-tudu sipanganon (tanda makanan adat) yang menjadi jambar yang nanti dibagi-bagikan kepada para pihak yang berhak, sebagai tanda penghormatan atau legitimasi sesuai fungsi-fungsi (tatanan adat) keberadaan/kehadira n mereka didalam acara adat tersebut, yang disebut parjuhut.silakan klk Perkawinan Adat & Perkawinan Batak untuk mengetahui informasi selanjutnya
Sebelum misi/zending datang dan orang Batak masih menganut agama tradisi lama, lembu atau kerbau yang dipotong ini ( waktu itu belum ada pinahan lobu) tidak sembarang harus yang rerbaik dan dipilih oleh datu. Barangkali ini menggambarkan hewan yang dipersembahkan itu adalah hewan pilihan sebagai tanda/simbol penghargaan atas pengorbanan pihak perempuan tersebut. Cara memotongnya juga tidak sembarangan, harus sekali potong/sekali sayat leher sapi/kerbau dan disakasikan parboru (biasanya borunya) jika pemotongan dilakukan ditempat paranak (ditaruhon jual). Kalau pemotongan ditempat parboru (dialap jual) , paranak sendiri yang menggiring lembu/kerbau itu hidup-hidup ketempat parboru. Daging hewan inilah yang menjadi makanan pokok “ parjuhut” dalam acara adat perkawinan (unjuk itu). Baik acara adat diadakan di tempat paranak atau parboru, makanan/juhut itu tetap paranak yang membawa /mempersembahkan
Kalau makanan tanpa namargoar bukan makanan adat tetapi makanan rambingan biar bagaimanpun enak dan banyaknya jenis makananannya itu. Sebaliknya “namargoar/tudu- tudu sipanagnaon” tanpa “juhutnya” bukan namrgoar tetapi “namargoar rambingan” yang dibeli dari pasar. Kalau hal ini terjadi di tempat paranak bermakna “paranak” telah melecehkan parboru, dana kalau ditempat parboru (dialap jula) parboru sendiri yang melecehkan dirinya sendiri.
Beberapa tahapan pernikahan dan pentingnya makna makanan dalam acara adat batak
A MENYERAHKAN TANDA MAKANAN ADAT.
Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ember besar. Letak tanda makanan adat itu dalam tubuh hewan dapat dilihat dalam gambar.Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap nya, sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna.
B MENYERAHKAN DENGKE/IKAN
Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan beriringan bersama).Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.Bahasa adat yang biasa disebutkan ketika menyerahkan ikan ini adalah:
C. MAKAN BERSAMA
Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) , karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya di tempat SW. Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:
Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna
Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.
Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat.
Kemudian PRP mempersilakan bersantap
D. MEMBAGI JAMBAR/TANDA MAKANAN ADAT
Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan
E. MANAJALO TUMPAK (SUMBANGAN TANDA KASIH)
Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih tepat adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT PRIA, yang diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam baskom yang disediakan/ ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami pengenten dan SUHUT.Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak (tanda kasih).Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai kan kepada dongan tubu, boru/bere dan undangannya bahwa SP sudah siap menerima kedatangan mereka untuk mengantar tumpak.Setelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya
Ket’
Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan= PRW
Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki = PRP
Suhut Pihak Wanita = SW
Suhut Pihak Pria = SP
KESIMPULAN
Disetiap masyarakat memiliki ciri khas tertentu yang mengatur cara kehidupannya yang kita sebut sebagai adat istiadat. Dalam Hal ini yang kita bahas adalah betapa pentingnya makanan dalam sebuah adapt batak ataupun tapanuli. Begitu sangat menghargai makanan sebagai sumber kehidupan.
Mulai dari pernikahan hingga kematian , makanan sangat menginterpretasikan kondisi suatu status masyarakat didalam adat istiadat batak
Pola makan suku batak dipengaruhi oleh keadaan alam dan sekitarnya. Para leluhur sudah mempercayai makanan adalah sesuatu yang harus dihargai karena untuk mendapatkan makanan harus kerja keras dahulu. Sehingga pada Acara makan selalu dikaitkan dengan acara Adat . dan Batak terkenal dengan makana bersama dalam waktu lama. Sebelum memulai acara makan sesungguhnya harus mengikuti acara adapt yang panjang dan berbelit-belit.
Kebiasaan makan banyak adalah karena menghormati tamu. Jadi makanan yang disuguhkan harus sebanyak mungkin. Sebagai tanda kehormatan telah memberi makan tamu dan tamu juga harus menghormati pemberian makan dari tuan rumah dengan menghabiskan makanan yang disajikan
Beberapa suku tidak mengijinkan makan sambil berbicara tetapi di suku batak hal ini berbeda. Makan sambil berbicara adalah hal yang wajar. Terkait dengan perkembangan ilmu dan zaman hal ini mulai berubah namun tetap saja kebiasaan tersebut masih ada di beberapa kalangan.
Langganan:
Postingan (Atom)